Para penjudi yang jatuh cinta dengan keseruan & “aksi” perjudian pada awalnya mungkin cukup sukses. Mereka berfantasi akan kesuksesan lebih lanjut & perjudian jadi jalan karakter mereka menuju kekayaan & kekuasaan. Mereka yang menghadapi masalah berpikir bahwa itu lebih brilian dari rata-rata petaruh. Mereka tahu kalau perjudian hendak berhasil bagi mereka sebab mereka, tidak seperti orang yang kurang pandai, sangat memahami cara mengalahkan sistem.
Ketika mereka semakin terlibat dalam perjudian, mereka memperoleh semakin banyak harga diri sebab menganggap diri mereka brilian atau beruntung. Oleh karena itu, tersedia dua hal yang berlangsung ketika itu mengalami kesusahan yang tidak dapat dihindari. Pertama, itu menderita kesusahan moneter. Kedua, dan kerap kali lebih penting, mereka menderita ego yang mengempis.
Untuk menyelamatkan harga diri mereka, mereka merasionalkan kerugian dengan menyalahkan orang lain, seperti joki atau pelempar, atau dengan menyalahkan “nasib buruk” pada kartu, dadu, atau lotere. Atau itu merenungkan kemampuan cacat mereka dan mengatakan pada diri sendiri bahwa mereka tidak akan memproduksi “kesalahan” yang serupa di unik waktu.
Namun, kerugian finansial adalah persoalan lain & ditangani secara berbeda. Untuk menutup kerugian, banyak penjudi “mengejar”. Artinya, mereka melanjutkan taruhannya dan meningkatkan banyak taruhannya supaya bisa menanggapi. Alih-alih berkata, " Dia kalah, " si pengejar berkata, " Aku hendak membalasnya besok. " Mengejar kerugian membuat penjudi berjudi dengan uang lebih daripada yang sanggup mereka tanggung, dan sering kali meminjam uang dalam upaya menanggapi dendam.
Banyak penjudi kiranya mengejarnya pada waktu sempit, sampai mereka belajar daripada pengalaman pahit bahwa sesuatu ini kontraproduktif. Keasyikan jangka panjang pada mengejar kesusahan adalah ciri khas penjudi patologis.
Mengejar tampaknya logis bagi banyak penjudi, karena itu berisi memberikan diri sendiri kesempatan untuk menanggapi dendam.
Bila seorang penjudi berhenti mengejar, baik uang maupun harga diri hendak hilang. Jika penjudi terus mengejar & menang, keduanya bisa diperoleh kembali. Sambil karena itu, ada stimulan untuk meminjam untuk menutup kerugian. Ketika perjudian yang terus-menerus menyebabkan lebih banyak kerugian, penjudi kompulsif terus meminjam. Semakin menggunung uang yang dipinjam, semakin besar komitmen untuk lebih banyak berjudi sebagai satu-satunya cara untuk mendapatkan pas uang untuk melunasi hutang.
Komitmen yang meningkat terhadap peningkatan perjudian sering kali menghabiskan sumber daya keluarga. Banyak penjudi kompulsif menguangkan obligasi tabungan bersama, mengosongkan rekening giro, menggadaikan properti bersama, & mengambil pinjaman tanpa sepengetahuan pasangannya. Untuk menjaga atau mendapatkan balik kehormatan di mata orang tua, pasangan & orang lain – dan karena gaji mereka tidak mencukupi – para penjudi yang putus asa melihat lebih banyak perjudian sebagai satu-satunya seleksi.
Khawatir kehilangan kehormatan, penjudi menyembunyikan pinjaman. Ketika para penjudi gagal membayar pinjamannya, ketakutan kalau bank atau perusahaan pinjaman akan memberi tahu pasangannya dapat menyaruk mereka untuk lebih banyak berjudi sebagai jalan keluar yang cepat. Perilaku yang menyebabkan masalah tersebut semakin dipandang oleh para penjudi sebagai satu-satunya solusi, karena tidak tersedia cara unik untuk mendapatkan uang yang dibutuhkan dengan cepat.
Ketika pinjaman sudah jatuh tempo dan tekanan untuk menutup menjadi lebih mendesak, terkadang melibatkan ancaman pemaparan atau kekerasan fisik dari rentenir atau pemilik uang judi, karet penjudi yang putus asa mempertimbangkan risiko " meminjam" (menggelapkan) uang dari majikan mereka, memproduksi permohonan pinjaman atau asuransi palsu. klaim, atau mencuri uang.
Begitu mereka menyerah pada godaan ini, ambang batas menuju komitmen yang lebih besar terhadap perjudian telah terlampaui. Hal ini terutama berlaku jika itu memperoleh uang melalui penipuan pinjaman ataupun penggelapan. Macam kejahatan ini memungkinkan karet penjudi untuk merasionalisasikan bahwa mereka sebenarnya bukan penjahat. Uangnya hanya “dipinjam” oleh sebab itu tidak ada yang dirugikan. Namun tersedia tekanan terus-menerus untuk menutup kembali uang tersebut, & mengandalkan kemenangan besar dalam perjudian dipandang sebagai tunggal harapan untuk melakukan sesuatu tersebut. Sesuatu ini memperluas spiral keterlibatan dari lebih banyak perjudian ke aktivitas ilegal yang lain — hingga penjudi tersebut tertangkap, mencari bantuan karatan, atau benar-benar meraih kemenangan besar.
Jatuh cinta dengan “aksi” dan kemudian mengejar kerugian ialah titik mula bagi mayoritas pria yang menjadi penjudi kompulsif, namun banyak perempuan mengambil jalan berbeda. Walaupun perempuan pula menikmati " aksi" dan mengejar kehilangan, motivasi mula mereka sering kali adalah melarikan diri — melarikan diri daripada kenangan masa kecil yang tidak bahagia atau penghujatan orang tua, melarikan diri dari suami yang bermasalah, dan melarikan diri dari kesepian. Namun begitu mereka menjadi kecanduan perjudian, perempuan hendak mengalami peningkatan keterlibatan yang sama seperti laki2, sehingga kerap kali menentang pada aksi kriminal.